Laman

Senin, 30 Mei 2011

Sejarah Sosial Islam

A. Asal Usul Pertumbuhan Dan Basis Sosial Dinasti Muawiyah
Dinasti Bani Umayyah adalah pemerintahan kaum muslimin yang berkembang setelah masa Khulafa al-Rasyidin, yang dimulai pada tahun 661- 750. Hampir semua sejarawan mambagi Dinasti Umayyah ini menjadi dua bagian. pertama, Dinasti Umayah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Siria). Dan kedua, Dinasti Umayah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan umayah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid ibn Abd al-Malik.
Muawiyah lahir kira-kira 15 tahun sebelum hijrah. Ia memeluk islam bersama-sama dengan penduduk makkah lainnya yang berbondong-bondong masuk islam setelah Makkah ditaklukkah oleh Kaum Muslimin. Ketika itu Muawiyah berumur 23 tahun. Muawiyah adalah orang yang cerdik, pandai berpolitik, ahli administrasi, wawasannya luas, bijaksana, dan dermawan. Karir pertama diperoleh ketika keluarganya, Usman bin Affan, diangkat menjadi kholifah. Ia menjadi gubernur di Damaskus.
Silsilah keturunan Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syamsi bin Abdi Manaf bertemu dengan Nabi Muhammad SAW pada Abdi Manaf. Turunan Nabi dipanggil dengan keluarga Hasyim (Bani Hasyim), sedangkan keturunan Umayyah disebut dengan keluarga Umayyah (Bani Umayyah). Oleh karena itu Muawiyah dinyatakan sebagai pembangun Dinasti Umayyah.

Persaingan antara Bani Umayyah dengan Bani Hasyim telah terjadi sejak masa sebelum islam , dan puncaknya dengan Ali bin Abi Thalib ketika menjadi kholifah. Perseteruannya dengan Ali disebabkab oleh alasan keinginannya menuntut Ali atas kematian Usman dalam pemberontaan.
Perintisan Dinasti Umayyah dilakukan Muawiyah dengan cara menolak memba’at Ali, berperang melawan Ali, yang disebut dengan perang siffin. Semula peperangan itu telah dimenangkan oleh pihak Ali, tetapi tiba-tiba pihak Muawiyah menawarkan perdamaian melalui forum yang biasa disebut tahkim (arbitrase),Yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyah. Dalam arbitrase disepakati untuk tidak meneruskan peperangan, tetapi kedua belah pihak dapat kembali pada posisi masing-masing.
Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. pada 20 ramadhan tahun 660 M. yang disebabkan karena mereka tidak setuju terhadap kebijakan Ali r.a. yang memilih berdamai dengan Muawiyah yang mereka anggap tidak sesuai dengan ajaran islam. Jabatan setelah Ali wafat, dipegang oleh putranya, Hasan ibn Ali selama beberapa bulan. Akan tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak muawiyah semakin kuat, akhirnya hasan penerus Ali, melakukan perjanjian damai dengannya yang akhirnya mempersatukan seluruh kaum muslimin dalam satu kepemimpinan politik di bawah kekuasaan Muawiyah. Sekaligus perjanjian ini mengakibatkan Muawiyah menjadi penguasa yang absolut dalam islam. Tahun persatuan ini disebut dengan ‘Am al-Jama’ah yang terjadi pada 41 H./ 661 M.
B. System Kepemimpinan Dan Penegakan Dinasti Muawiyah
Mu'awiyah adalah penguasa Islam yang pertama yang menggantikan sistem demokratis republik Islam menjadi sistem Monarkis (kerajaan). Mu'awiyah pernah menegaskan bahwa dirinya adalah seorang raja Islam yang pertama. Ia membentuk sistem kekuasaan berdasarkan garis keturunan dengan menunjuk anaknya, Yazid, sebagai putra mahkota. Sikapnya menunjuk putra mahkota ini akhirnya menjadi model dan diikuti oleh seluruh penguasa Umayyah sesudahnya. Karenanya Mu'awiyah dipandang sebagai pendiri sistem kerajaan yang turun temurun dalam sejarah umat Islam. Tradisi demokrasi kesukuan nenek moyang bangsa Arab seketika itu hilang untuk selama-lamanya dan digantikan dengan pola kekuasaan individu dan otokrasi. Dalam hal ini Mu'awiyah mengikuti tradisi kekuasaan absolutisme yang berkembang di Persia dan Bizantium.
Walapun Muawiyah mengubah sistem pemerintahan dari musyawarah menjadi monorkhi, namu Dinasti ini tetap memakai gelar khalifah. Tetapi , ia memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutkan “Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat Allah dalam memimpin umat dengan mengaitkannya kepada Al-Quran. Atas dasar ini Dinasti menyatakan bahwa keputusan-keputusan khalifah berdasarkan atas kehendak Allah, siapa yang menentangnya adalah kafir.
Mu'awiyah setelah menjadi raja tampaknya masih menjalankan kedudukan dan fungsi khalifah, seperti menyampaikan khutbah dan menjadi imam shalat Jum'at, tetapi ia terlalu menjaga jarak dengan kehidupan masyarakat. Mu'awiyah hidup dalam kemewahan istana yang selalu dijaga oleh pengawal bersenjata, baitul mal dijadikan sebagai harta kekayaan pribadi dan memutuskan segala yang penting hanya menggunakan pertimbangannya sendiri tanpa melalui musyawarah.
Di sinilah terlihat jelas letak perbedaannya dengan pemerintahan masa sebelumnya. Mu'awiyah selama memerintah berhasil menegakkan kerukunan antar bangsa Arab wilayah utara (Kaisaniyyah) dengan bangsa Arab wilayah selatan (kalbiyah). Sekalipun nasab Mu'awiyah lebih dekat kepada kelompok kaisaniyyah, namun ia justru mengangkat putra mahkota dari istrinya yang berketurunan Kalbiyah. Selama masa pemerintahannya, penguasa dan rakyat hidup rukun. Ia juga bertindak cukup bijaksana terhadap penganut agama Kristen. Hal ini terbukti dengan diangkatnya beberapa orang nasrani sebagai pejabat negara, salah satunya menjabat sebagai dewan penasihat.
C. Dinasti-Dinasti Mu’awiyah
1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-681 M)
Muawiyah ibn Abi Sufyan adalah pendiri Daulah Bani Umayyah dan menjabat sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali. Disamping itu, seperti yang dijelaskan oleh Dedi Supriyadi yang dikutib dari Syed Mahmuddunnasir. bahwa ia juga melaksanakan perubahan-perubahan besar dan menonjol di dalam pemerintahan tersebut. Angkatan daratnya kuat dan efesien. Ia dapat mengandalkan pasukan orang-orang siria yang taat dan setia, yang tetap berdiri di sampingnya dalam keadaan yang paling berbahaya sekalipun. Dengan bantuan orang-orang siria yang setia, muawiyah berusaha mendirikan pemerintahan yang stabil menurut garis-garis pemerintahan bizantium. Dia bekerja keras bagi kelancaran sistem yang untuk pertama kali digunakannya. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.
2. Yazid ibn Muawiyah (681-683M)
Lahir pada tahun 22 H/643 M. Pada tahun 679 M, Muawiyah mencalonkan anaknya, Yazid, untuk menggantikan dirinya. Yazid menjabat sebagai Khalifah dalam usia 34 tahun pada tahun 681 M. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Ia kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai Khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala. Masa pemerintahan Yazid dikenal dengan empat hal yang sangat hitam sepanjang sejarah Islam,yaitu:
a. Pembunuhan Husein ibn Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad.
b. Pelaksanaan Al ibahat terhadap kota suci Madinah al - Munawarah.
c. Penggempuran terhadap baiat Allah.
d. Pertama kalinya memakai dan menggunakan orang-orang kebiri untuk barisan
pelayan rumah tangga khalif didalam istana.
Ia Meninggal pada tahun 64 H/683 M dalam usia 38 tahun dan masa pemerintahannya ialah tiga tahun dan enam bulan.
3. Muawiyah ibn Yazid (683-684 M)
Muawiyah ibn Yazid menjabat sebagai Khalifah pada tahun 683-684 M dalam usia 23 tahun. Dia seorang yang berwatak lembut. Dalam pemerintahannya, terjadi masa krisis dan ketidakpastian, yaitu timbulnya perselisihan antar suku diantara orang-orang Arab sendiri. Ia memerintah hanya selama enam bulan.
4. Marwan ibn Al-Hakam (684-685 M)
Sebelum menjabat sebagai penasihat Khalifah Ustman bin Affan, ia berhasil memperoleh dukungan dari sebagian orang Syiria dengan cara menyuap dan memberikan berbagai hak kepada masing-masing kepala suku. Untuk mengukuhkan jabatan Khalifah yang dipegangnya maka Marwan sengaja mengawini janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid. Selama masa pemerintahannya tidak meninggalkan jejak yang penting bagi perkembangan sejarah Islam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan masa pemerintahannya selama 9 bulan 18 hari.
5. Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M)
Abdul Malik ibn Marwan dilantik sebagai Khalifah setelah kematian ayahnya, pada tahun 685 M. Dibawah kekuasaan Abdul Malik, kerajaan Umayyah mencapai kekuasaan dan kemulian. Ia terpandang sebagai Khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan kembali kesatuan Dunia Islam dari para pemberontak, sehingga pada masa pemerintahan selanjutnya, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik Daulah bani Umayyah dapat mencapai puncak kejayaannya. Ia wafat pada tahun 705 M dalam usia yang ke-60 tahun. Ia meninggalkan karya-karya terbesar didalam sejarah Islam. Masa pemerintahannya berlangsung selama 21tahun, 8 bulan. Dalam masa pemerintahannya, ia menghadapi sengketa dengan khalifah Abdullah ibn Zubair. Ia juga berhasil menundukkan Bakh, Bukhara, Khawarizm, Fergana, Samarkand, dan bahkan sampai ke India dengan mengusai Balukhistan, Sind, dan daerah punjap sampai ke Maltan,
6. Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
Masa pemerintahan Walid ibn Malik adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban Umat Islam. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu pestiwa besar, yaitu perluasan wilayah kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam juga sampai ke Andalusia (Spanyol) dibawah pimpinan panglima Thariq bin Ziad. Perjuangan panglima Thariq bin Ziad mencapai kemenangan, sehingga dapat menguasai kota Kordova, Granada dan Toledo. Selain melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, Walid juga melakukan pembangunan besar-besaran selama masa pemerintahannya untuk kemakmuran rakyatnya. Khalifah Walid ibn Malik meninggalkan nama yang sangat harum dalam sejarah Daulah Bani Umayyah dan merupakan puncak kebesaran Daulah tersebut.
7. Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)
Sulaiman Ibn Abdul Malik menjadi Khalifah pada usia 42 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak memiliki kepribadian yang kuat hingga mudah dipengaruhi penasehat-penasehat disekitar dirinya. Menjelang saat terakhir pemerintahannya barulah ia memanggil Gubernur wilayah Hijaz, yaitu Umar bin Abdul Aziz, yang kemudian diangkat menjadi penasehatnya dengan memegang jabatan wazir besar. Hasratnya untuk memperoleh nama baik dengan penaklukan ibu kota Constantinople gagal. Satu-satunya jasa yang dapat dikenangnya dari masa pemerintahannya ialah menyelesaikan dan menyiapkan pembangunan Jamiul Umawi yang terkenal megah dan agung di Damaskus.
8. Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)
Umar ibn Abdul Aziz menjabat sebagai Khalifah pada usia 37 tahun . Ia adalah seorang yang terkenal adil dan sederhana. Ia ingin mengembalikan corak pemerintahan seperti pada zaman khulafaur Rasyidin. Pemerintahan Umar meninggalkan semua kemegahan Dunia yang selalu ditunjukkan oleh orang Bani Umayyah. Ketika dinobatkan sebagai Khalifah, ia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, ia berhasil menjalin hubungan baik dengan Syi’ah. Ia juga membari kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali (orang Islam yang bukan dari Arab) disejajarkan dengan Muslim Arab. Pemerintahannya membuka suatu pertanda yang membahagiakan bagi rakyat. Ketakwaan dan keshalehannya patut menjadi teladan. Ia selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Ia meninggal pada tahun 720 M dalam usia 39 tahun, dimakamkan di Deir Simon.
9. Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)
Yazid ibn Abdul Malik adalah seorang penguasa yang sangat gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid. Pemerintahan Yazid yang singkat itu hanya mempercepat proses kehancuran Imperium Umayyah. Pada waktu pemerintahan inilah propaganda bagi keturunan Bani Abas mulai dilancarkan secara aktif. Dia wafat pada usia 40 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan.
10. Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M)
Hisyam ibn Abdul Malik menjabat sebagai Khalifah pada usia yang ke 35 tahun. Ia terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi militer. Pada masa pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan Dinasti baru, Bani Abbas. Pemerintahan Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya, karena gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah tidak mampu mematahkannya. Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami kemajuan. Dua tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun 743 M, ia wafat dalam usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 19 tahun, 9 bulan. Sepeninggal Hisyam, Khalifah-Khalifah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin mempercepat runtuhnya Daulah Bani Ummayyah.
11. Walid ibn Yazid (743-744 M)
Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dimasa pemerintahan Walid ibn Yazid. Ia berkelakuan buruk dan suka melanggar norma agama. Kalangan keluarga sendiri benci padanya. Dan ia mati terbunuh. Meskipun demikian, kebijakan yang paling utama yang dilakukan oleh -Walid ibn Yazid ialah melipatkan jumlah bantuan sosial bagi pemeliharaan orang-orang buta dan orang-orang lanjut usia yang tidak mempunyai famili untuk merawatnya. Ia menetapkan anggaran khusus untuk pembiayaan tersebut dan menyediakan perawat untuk masingmasing orang. Dia sempat meloloskan diri dari penangkapan besar-besaran di Damaskus yang dilakukan oleh keponakannya. Masa pemerintahannya berlangsung selama 1 tahun, 2 bulan. Dia wafat dalam usia 40 tahun.
12. Yazid ibn Walid (Yazid III) (744 M)
Pemerintahan Yazid ibn Walid tidak mendapat dukungan dari rakyat, karena perbuatannya yang suka mengurangi anggaran belanja negara. Masa pemerintahannya penuh dengan kemelut dan pemberontakan. Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan. Dia wafat dalam usia 46 tahun.
13. Ibrahim ibn Malik (744 M)
Diangkatnya Ibrahim menjadi Khalifah tidak memperoleh suara bulat didalam lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Karena itu, keadaan negara semakin kacau dengan munculnya beberapa pemberontak. Ia menggerakkan pasukan besar berkekuatan 80.000 orang dari Arnenia menuju Syiria. Ia dengan suka rela mengundurkan dirinya dari jabatan khilafah dan mengangkat baiat terhadap Marwan ibn Muhammad. Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.
14. Marwan ibn Muhammad (745-750 M)
Beliau seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlawan. Beberapa pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu mengahadapi gerakan Bani Abbasiyah yang telah kuat pendudkungnya. Marwan ibn Muhammad melarikan diri ke Hurah, terus ke Damaskus. NamunAbdullah bin Ali yang ditugaskan membunuh Marwan oleh Abbas As-Syaffah selalu mengejarnya. Akhirnya sampailah Marwan di Mesir. Di Bushair, daerah al Fayyun Mesir, dia mati terbunuh oleh Shalih bin Ali, orang yang menerima penyerahan tugas dari Abdullah. Marwan terbunuh pada tanggal 27 Dzulhijjah 132 H\5 Agustus 750 M. Dengan demikian tamatlah kedaulatan Bani Umayyah, dan sebagai tindak lanjutnya dipegang oleh Bani Abbasiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar