Laman

Senin, 30 Mei 2011

Hikmah Al-Qur'an dan Mutiara Hadits

Artikel :Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Surat Al-Baqarah ayat [1-2]
Sabtu, 31 Januari 04
الــم {1} ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ِفيهِ هُدَى لِلْمُتَّقِينَ {2}
Artinya : Alif laam miim , Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

Mukaddimah

Terdapat hadits yang shahih mengenai keutamaan surat Al-Baqarah diantaranya ; sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam :
اقْرَءُوا الْبَقَرَةَ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلَا يَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ
Artinya : “ Bacalah surat Al-Baqarah, karena sesungguhnya mengambilnya (untuk dibaca dan diamalkan) adalah mengandung keberkahan dan meninggalkannya adalah penyesalan sedangkan para penyihir tak mampu melawannya “.
Begitu juga diriwayatkan oleh Imam At-Turmuzi bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda :
لا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
Artinya : “ Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, sesungguhnya syaithan lari/kabur dari rumah yang didalamnya dibacakan surat Al-Baqarah “.

Syarah/Keterangan

الم (1
الم : Ia merupakan huruf-huruf “Muqaththa’at” yang ditulis dengan الم dan dibaca dengan “alif laam miim”. Surat-Surat yang dibuka dengan huruf-huruf muqaththa’at berjumlah 29 surat yang diawali (keberadaannya) pada surat al-Baqarah ini dan diakhiri pada surat al-Qalam (yang dimulai dengan) “ن”. Diantara susunan huruf-hurufnya ada yang terdiri dari satu huruf seperti ; ص , ق , ن . Ada pula yang terdiri dari dua huruf seperti ; طه , يس , حم . Dan ada pula yang terdiri dari tiga huruf, empat huruf dan lima huruf sedangkan penafsirannya tidak satupun diantaranya yang tsabit (secara shahih berasal) dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam dan menjadikannya sebagai sesuatu yang mutasyabih (lawan muhkamat) yang hanya Allah Yang Mengetahui dengan ilmuNya adalah lebih dekat kepada kebenaran, karenanya dikatakan : الم artinya : Hanya Allah lah yang mengetahui maksudnya. Dalam kaitannya dengan ini, diriwayatkan dari Abu Bakar dan Ali –radhiallahu ‘anhuma- begitu juga dari ‘Amir asy-Sya’bi dan Sufyan ats-Tsauri, mereka semua berkata : “Huruf-Huruf muqaththa’at adalah rahasia Allah dalam Al-Quran dan dalam setiap kitabNya terdapat rahasiaNya. Huruf-Huruf tersebut adalah termasuk ayat mutasyabih yang hanya Dia lah yang mengetahuinya. Oleh karena itu, tidak selayaknya kita membicarakan apa yang ada didalamnya tetapi kita harus mengimaninya”.

Sebagian Ahlul ‘ilm mengeluarkan dua faedah (dari makna yang tersembunyi) : Pertama, bahwa ketika orang-orang Musyrikun melarang (kaumnya) mendengar Al-Quran karena takut hal itu bisa berpengaruh terhadap jiwa orang-orang yang mendengarnya, maka yang diucapkan pertama kali (kepada mereka) adalah huruf-huruf حم , طس , ق , كهيعـص , dan ini bagi mereka adalah ucapan yang masih asing yang dapat mengalihkan mereka untuk mendengar Al-Quran sehingga (tatkala) mereka mendengarnya, mereka terpengaruh, terkesima lantas beriman dan mendengarnya, dan hal ini sudah cukup sebagai faedah yang dapat diambil. [Adapun dalil bahwa mereka melarang kaum mereka mendengar Al-Quran adalah firman Allah Ta’ala dalam surat Fushshilat (وقال الذين كفروا لا تسمعوا لهذا القرآن والغوا فيه لعلكم تغلبون)]. Kedua, tatkala orang-orang Musyrikun mengingkari Al-Quran sebagai Kalamullah yang diwahyukan kepada RasulNya, Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam, maka huruf-huruf ini menjadi tantangan (serius) bagi mereka seakan-akan ia (huruf-huruf tersebut) berkata kepada mereka : “Sesungguhnya Al-Quran ini tersusun dari huruf-huruf seperti ini, maka susunlah/karanglah oleh kalian sepertinya”. Makna dari faedah kedua ini biasanya disaksikan (dibenarkan) oleh penyebutan lafaz Al-Quran setelahnya seperti :

(الم. ذلك الكتاب ) , (الر. تلك آيات الكتاب), (طسم. تلك آيات القرآن).. seakan-akan ayat-ayat seperti itu berkata : “Sesungguhnya Al-Quran tersusun dari huruf-huruf seperti ini maka susunlah/karanglah oleh kalian semisalnya, jika kalian tidak mampu maka hendaknya kalian menerima bahwa sesungguhnya ia (Al-Quran) adalah Kalamullah dan wahyuNya dan berimanlah kepadanya niscaya kalian akan mendapatkan keberuntungan”.

ذلك الكتاب لآ ريب فيه هدى للمتقين (2

Syarah per-kata
ذلك : maksudnya ; هذا (Ini), namun kenapa lafaz هذا dilencengkan kepada (arti) lafaz ذلك karena isyarat dengan لام البعـد mengandung pengertian tingginya kedudukan (المنزلة) dari Al-Quran, derajat serta harkatnya (القدر والشأن).
الكتاب : maksudnya Al-Quran Al-Karim yang dibacakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam kepada manusia. [Lafaz الكتاب diartikan (dalam banyak arti, diantaranya) dengan الفرض (kewajiban) seperti dalam ayat كتب عليكم الصيام yang artinya ; telah diwajibkan kepada kamu berpuasa. Juga diartikan dengan العقد بين العبد وسيده (perjanjian antara seorang hamba dan tuan/majikannya) seperti dalam ayat والذين يبتغون الكتاب yang artinya ; dan orang-orang yang menginginkan perjanjian/akad. Lafaz tersebut diartikan juga dengan القدر (takdir) seperti dalam ayat كتاب الله artinya ; takdir dan qadlaNya ].

لا ريب : artinya لا شك maksudnya ; tidak diragukan lagi bahwasanya ia (Al-Quran) adalah wahyu Allah dan KalamNya yang diwahyukan kepada RasulNya.
فيه هدى : petunjuk kearah jalan yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan dan kesempurnaan di dunia dan akhirat.
للمتقين : bagi orang-orang yang bertaqwa, maksudnya orang-orang yang takut azab Allah dengan berbuat taat kepadaNya ; menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.

Makna ayat secara keseluruhan

Allah Ta’ala memberitahukan bahwa Al-Quran yang diturunkanNya kepada hamba dan RasulNya adalah merupakan kitab yang sangat besar dan agung yang sama sekali tidak mengandung keraguan dan dugaan bahwa ia adalah bukan wahyu Allah dan kitabNya. Hal itu disebabkan ia adalah sebagai mukjizat, disamping petunjuk dan cahaya yang dibawanya bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa hal mana dengan keduanya (iman dan taqwa) dapat mengantarkan mereka kepada jalan-jalan kedamaian, kebahagiaan dan kesempurnaan.

Petunjuk ayat

Diantara petunjuk ayat diatas adalah :
Agar memperkuat iman kepada Allah Ta’ala, kitabNya dan RasulNya serta ajakan agar mencari hidayah melalui Al-Quran Al-Karim.
Menjelaskan keutamaan taqwa dan orang-orang yang bertaqwa.
Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=5



وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4)
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. ( al-Baqarah : 4)
قَالَ اِبْن عَبَّاس وَاَلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْك وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلك أَيْ يُصَدِّقُونَ بِمَا جِئْت بِهِ مِنْ اللَّه وَمَا جَاءَ بِهِ مِنْ قَبْلك مِنْ الْمُرْسَلِينَ لَا يُفَرِّقُونَ بَيْنهمْ وَلَا يَجْحَدُونَ مَا جَاءُوهُمْ بِهِ مِنْ رَبّهمْ
Mengenai Firman Allah “dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,”, Ibnu ‘Abbas berkata : mereka membenarkan apa yang engkau (Muhammad) bawa dari Allah dan apa yang dibawa olehpara Rasul sebelum dirimu. Mereka sama sekali tidak membedakan antara para Rasul tersebut serta tidak ingkar terhadap apa yang mereka bawa dari Rabb mereka.
وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ أَيْ بِالْبَعْثِ وَالْقِيَامَة وَالْجَنَّة وَالنَّار وَالْحِسَاب وَالْمِيزَان وَإِنَّمَا سَمَّيْت الْآخِرَة لِأَنَّهَا بَعْد الدُّنْيَا
{ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ}, yaitu mereka yakin akan adanya hari kebangkitan, kiamat, surga, neraka, perhitungan dan timbangan. Dan disebut akhirat karena ia setelah kehidupan dunia.
Para Ulama berbeda pendapat mengenai orang-orang yang disebut dalam ayat tersebut, apakah mereka ini yang disifati Allah dalam firmannya :
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, (al-Baqarah : 3)
Mengenai siapakah mereka ini, terdapat tiga pendapat yang di ungkapkan oleh Ibnu Jarir, diantaranya:
Pertama : Orang-orang yang disifati Allah dalam ayat ketiga surat al-baqarah itu adalah mereka yang Dia sifati dalam ayat setelahnya, yaitu orang-orang yang beriman dari kalangan Ahlul Kitab dan yang selainnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Mujahid, Abul’ Aliyah, ar-Rabi bin Anas, dan Qatadah.
Kedua : Mereka itu adalah satu, yaitu orang-orang yang beriman dari kalangan Ahlul Kitab. Dengan demikian berdasarkan kedua hal tersebut diatas, maka “wau” dalam ayat rini berkedudukan sebagai wawu ‘athof (penyambung) satu sifat dengan sifat lainnya.
Ketiga : mereka yang disifati pertama kali (ayat ketiga) adalah orang-orang yang beriman dari bangsa Arab dan yang disifati ayat berikutnya adalah orang-orang yang beriman dari kalangan Ahlul Kitab.
Berkenaan dengan hal diatas, Ibnu Katsir berkata : yang benar adalah pendapat Mujahid, ia berkata : Empat ayat pertama dar surah al-Baqarah mensifati orang-orang beriman, dan dua ayat berikutnya mensifati orang-orang kafir, tiga belas ayat mensifati orang-orang munafik.
Ke-empat ayat tersebut bersifat umum bagi setiap mukmin yang menyandang sifat-sifat tersebut, baik dari kalangan Bangsa Arab maupun bukan Arab serta Ahlul Kitab, baik umat manusia maupun jin. Salah satu sifat ini tidak akan bisa sempurna tanpa adanya sifat-sifat lainnya, bahkan masing-masing sifat salaing menuntut adanya sifat yang lainnya. Dengan demikian, beriman kepada yang ghaib, shalat dan zakat tidak dianggap benar kecuali dengan adanya iman kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam, juga apa yang dibaweh para Rasul sebelumnya serta keyakinan akan adanya kehidupan akhirat.
Dan Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk memenuhi hal itu melalui Firman-Nya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (an-Nissa : 136)
Allah juga berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ آمِنُوا بِمَا نَزَّلْنَا مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ
Hai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al Qur’an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu. (an-Nissa : 4)
Dan Allah telah menyebutkan tentang orang mukmin secara keseluruhan yang memenuhi semua itu, yaitu :
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya”, (al-Baqarah : 285)
وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدننا فأتوا بسورة من مثله وادعوا شهداءكم من دون الله إن كنتم صادقين } [البقرة:23]
Artinya : Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. [ Al-Baqarah : 23]

Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad shallawahu ‘alaihi wasallam.
Dialah kitab yang penuh keberkahan, didalamnya terdapat banyak kebaikan dan ilmu, rahasia-rahasia yang menakjubkan, dan norma-norma yang luhur, dimana seluruh keberkahan dan kebahagiaan didunia dan akhirat hanyalah dapat dicapai dengan mengambilnya sebagai petunjuk dan panutan, demikian pula semua kesengsaraan dan kesempitan dunia disebabkan karena meninggalkan Al Qur’an dan berhukum dengannya.
HUKUM MENJUAL AYAT ALLAH

Ahmad Zain An Najah, MA
وَآمِنُواْ بِمَا أَنزَلْتُ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَكُمْ وَلاَ تَكُونُواْ أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. ( Qs Al Baqarah : 41 )
Beberapa pelajaran dari ayat di atas :
Pelajaran Pertama :
َوآمِنُواْ بِمَا أَنزَلْتُ
” Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran )” Ayat ini menunjukkan empat hal :
1/ Menunjukkan bahwa Bani Israil diperintahkan untuk beriman terhadap apa yang diturunkan Allah di dalam Al Qur’an, termasuk di dalamnya beriman kepada nabi Muhammad saw
2/ Ayat ini merupakan dakwah atau ajakan kepada Bani Israel agar masuk dan memeluk Islam, setelah pada ayat sebelumnya mereka diingatkan tentang nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka ().Ini merupakan cara Al Qur’an berdakwah, yaitu mengingatkan nikmat Allah yang diberikan kepada mereka, atau mengingat kelebihan yang diberikan Allah kepada mereka, setelah itu baru diajak untuk mengikuti ajaran Allah. Atau dengan kata lain : Mengingatkan tauhid rubiyah, kemudian baru diajak untuk bertauhid uluhiyah. Dan cara seperti ini, sangat banyak kita dapatkan dalam Al Qur’an, sebagiannya sudah diterangkan.
3/ Allah dalam ayat ini tidak menyebut Al Qur’an secara langsung, akan tetapi menyebut dengan ” apa yang Aku turunkan, ” hal ini dimaksudkan bahwa alasan kenapa Bani Israel diperintahkan untuk beriman kepada Al Qur’an ? karena Al Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah sama dengan kitab Taurat yang juga diturunkan dari Allah. ()
4/ Menunjukkan juga bahwa Tajdid al Iman atau pembaharuan Iman, atau bahkan Tazkiyah Nafs ( pembersihan diri ) yang paling efektif adalah dengan menggunakan Al Qur’an. ( ) Dalam sebuah ceramah yang disampaikan oleh seorang ulama di Madinah Munawarah, salah seorang pendengar bertanya tentang buku terbaik dalam tazkiyah nafs, maka syekh tersebut mengatakan bhawa sebaik –baik buku untuk tazkiyah nafz adalah Al Qur’an.
Pelajaran Kedua :
مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَكُمْ
” yang membenarkan apa yang ada padamu, yaitu Taurat ”
(1) Ayat ini menunjukkan bahwa Bani Israil dilarang untuk menyembunyikan kebenaran yang terdapat dalam kitab Taurat, yaitu berita diutusnya nabi Muhammad saw di akhir zaman untuk membenarkan apa yang ada di dalam Taurat dan Injil. Mereka merubah sifat-sifat nabi Muhammad saw karena ingin mengambil keuntungan dunia darinya ( )
(2) ” yang membenarkan apa yang ada padamu ” maksudnya Al Qur’an yang dibawa oleh nabi Muhammad saw ini membenarkan kitab suci-kitab suci yang diturunkan kepada Bani Israel , yang meliputi : At Taurat, Injil, Zabur, Asy’iya’ , Armiya’, Hazqiyal, Danial, dan lain-lainnya
( 3 ) Yang dimaksud ” membenarkan ” adalah bahwa isi Al Qur’an mencakup petunjuk yang dibawa oleh para nabi sebelumnya, seperti ajakan kepada ajaran Tauhid, dan perintah untuk berbuat baik, menjauhi kejelekan, menegakkan keadilan. Jika terjadi perbedaan, itupun hanya karena perbedaan zaman, keadaan dan tempat, akan tetapi semuanya berasal dari satu sumber yaitu Allah swt. Oleh karenanya, Al Qur’an dikatakan menghapus hukum-hukum yang ada pada kitab-kitab sebelumnya, karena perbedaan tempat, zaman dan maslahat. Penghapusan ini dalam istilah ushul fiqh disebut ” Naskh ” , dan tidak dikatakan ” Ibthal ” ( pembatalan ) ataupun ” takdzib ” ( pendustaan ) . Inilah arti bahwa Al Qur’an merupakan ” pembenar ” dari kitab-kitab sebelumnya . ()
Pelaran Ketiga :
وَلاَ تَكُونُواْ أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ
” Janganlan kalian menjadi orang-orang pertama yang mengkafirinya “, Maksudnya : wahai Bani Israel yang di Madinah janganlah kalian menjadi golongan pertama dari orang-orang Yahudi yang mengkafiri Al Qur’an ini. Karena sebelum mereka orang-orang Quraisy telah terlebih dahulu mengkafiri Al Qur’an ini sebelum mereka. ( )
Pelajaran Keempat
وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً
” janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah ”
( 1 ) Ayat ini diturunkan karena sebagian pendeta Bani Israil tidak mau mengajarkan kebenaran yang mereka ketahui kepada manusia, kecuali dengan meminta uang dari pekerjaannya tersebut, maka Allah melarang mereka untuk berbuat seperti itu.
( 2 ) Sebagian ulama mengatakan bahwa Bani Israil tidak mau beriman kepada Al Qur’an karena kecintaan mereka kepada dunia. ( ) Mereka mengira bahwa dengan beriman kepada Al Qur’an dan mengikuti apa yang dibawa nabi Muhammad saw, mereka akan menjadi golongan yang tersingkir, karena nabi Muhammad saw berasal dari keturunan Arab, sedang mereka dari keturunan Yahudi, yang selama ini menjadi golongan yang terhormat di kota Yastrib ( Madinah ). Itulah yang disebut menukar keimanan dengan dunia, atau menukar keimanan dengan jabatan yang harganya sangat sedikit.
Pelajaran Kelima:
Ayat di atas walaupun diturunkan kepada Bani Israel, akan tetapi berlaku kepada siapa saja yang mempunyai sifat seperti sifat Bani Israel. Berkata Imam Al Qurtubi : ” Dan ayat ini , walaupun khusus untuk Bani Israel, akan tetapi juga mencakup semua orang yang berbuat seperti perbuatan mereka. Maka barang siapa yang mengambil uang suap untuk memanipulasi suatu hak, atau menghilangkannya, atau tidak mau mengajar sesuatu yang wajib diajarkannya kepada orang lain, padahal itu menjadi kewajibannya kecuali dengan meminta upah dari pekerjaannya itu,maka sungguh termasuk dalam larangan ayat di atas. Wallahu A’lam . ( )
Oleh karenanya, kita sebagai umat Islam dilarang untuk belajar suatu ilmu yang seharusnya dilakukan dengan ikhlas, tetapi justru kita mencari ilmu tersebut demi mencari keuntungan dunia yang sedikit itu. Dalam suatu hadist Rosulullah saw pernah bersabda :
من تعلم علما مما يبتغي به وجه الله لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا
“ Barang siapa yang belajar suatu ilmu yang seharusnya dilakukan dengan ikhlas, tetapi dia menuntutnya demi untuk mencari keuntungan dunia darinya, maka dia tidak akan bisa menyium baunya syurga pada hari kiamat “ ( HR Abu Daud no : 3664 )
Maka, orang seperti ini ada kesamaannya dengan orang-orang Yahudi yang menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.
Dari situ timbul suatu pertanyaan : Bagaimana hukum belajar di perguruan tinggi atau sekolahan untuk mencari ijazah ? Jawabannya adalah bahwa hukumnya tergantung kepada niat, jika ia berniat dengan ijzahnya tersebut hanya sekedar untuk mencari pekerjaan, maka ia termasuk yang dilarang dalam hadits tersebut. Sebaliknya jika ia berniat dengan ijazah tersebut untuk menegakkan kebenaran dan mengajarkan Islam kepada masyarakat, maka tidak termasuk dalam larangan dalam hadits tersebut. ( )
Pelajaran Ke-enam:
Disana ada beberapa pertanyaan yang ada kaitannya dengan ayat di atas , diantara pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :
Pertanyaan Pertama : Bolehkah kita mengajar Al Qur’an kepada orang lain dan mengambil gaji darinya ?
Jawabannya adalah : menurut mayoritas ulama, diantaranya adalah Imam Malik, Syafi’I, dan Ahmad menyatakan bahwa hal itu dibolehkan, adapun alasan mereka sebagai berikut : ( )
( 1 ) Dalil Pertama : Sabda Rosulullah saw :
إن أحق ما أخذتم عليه أجرا كتاب الله
“ Sesungguhnya yang paling berhak untuk diambil upahnya adalah mengajar Al Qur’an. “ ( HR Bukhari no : 2276 )
(2 ) Dalil Kedua : Bahwa mengajar Al Qur’an bukan semata-mata ibadat ansich, akan tetapi juga mengandung unsur memberikan manfaat kepada orang lain, seperti halnya mengajar menulis Al Qur’an
( 3 ) Dalil Ketiga : Larangan untuk menjual ayat Allah di atas ditujukan kepada orang yang memang sangat dibutuhkan untuk mengajar Al Qur’an dan tidak ada yang lain, kemudian dia menolaknya kecuali dengan mengambil gaji darinya, khususnya bagi orang-orang yang sebenarnya kurang membutuhkan upah tersebut. Adapun bagi orang yang mengajar Al Qur’an bukan suatu kewajiban baginya, apalagi dia sangat membutuhkan uang untuk hidup, maka dalam hal ini dibolehkan.
( 4 ) Dalil Keempat : Ketika Abu Bakar As Siddiq diangkat menjad khalifah, dia sangat membutuhkan uang untuk nafkah keluarganya, sehingga ia terpaksa pergi ke pasar berjualan baju. Mengetahui hal tersebut , para sahabat sepakat untuk memberinya gaji atas pekerjaannya sebagai khalifah.
( 5 ) Ibnu Katsir ( ) menambahkan dalil yang kelima , yaitu kisah seorang sahabat yang menikah dengan mahar yaitu dengan mengajarkan Al Qur’an, Rasulullah bersabda :
زوجتكها بما معك من القرآن
” Saya menikahkan kamu dengan perempuan ini dan maharnya adalah mengajarkannya Al Qur’an “ ( HR Ahmad : 5/ 315 )
Pertanyaan kedua : Bagaimana hukum membaca Al Qur’an kemudian mengambil upah darinya ?
Jawabannya : Para ulama membedakan antara mengajar dengan membaca, mereka membolehkan mengambil upah dari pengajaran Al Qur’an , karena manfaatnya langsung bisa dirasakan oleh yang diajar, ini dikuatkan dengan adanya contoh dari dari sahabat pada zaman Rosulullah saw sebagaimana yang dijelaskan di atas. Adapun membaca Al Qur’an sebenarnya manfaatnya kembali kepada diri pembaca, maka tidak kita dapatkan para ulama salaf melakukan hal tersebut. Apalagi dikuatkan dengan suatu hadist yang menyebutkan :
عن عمرا بن حصين أنه مر على قاص يقرأ ثم سأل ، فسترجع ثم قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : من قرأ القرآن فليسأل الله به ، فإنه سيجئ أقوام يقرءون القرآن يسألون به الناس
” Dari Imran bin Hushain, pada suatu hari dia melewati tukang cerita yang membaca Al Qur’an kemudian meminta upah dari bacaannya, makanya dia segera mengucapkan : Inna lillah wa inna ilahi rojiun, kemudian berkata : ” Aku pernah mendengar Rosulullah saw bersabda : ” Barang siapa yang membaca Al Qur’an, hendaknya meminta Allah dengannya, karena akan datang suatu kaum yang membaca Al Qur’an dan meminta upah dari manusia darinya. “ ( HR Tirmidzi , no : 2926, Ahmad : 4/ 432 )
Dengan demikian, bisa kita katakan bahwa mengambil upah dari pekerjaan membaca Al Qur’an hukumnya Khilaf Al –Sunnah ( menyelisihi Sunnah ) dan sebaiknya dihindari. ( )
Pertanyaan ketiga : Bagaimana hukumnya menjual Mushaf Al Qur’an ? Jawabannya : Mayoritas ulama, yang diwakili oleh madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan riwayat dari madzhab hambali membolehkan jual beli mushaf Al Qur’an. Mereka berdalil dengan firman Allah swt :
وأحل الله البيع والربا
” Dan Allah menghalalkan jual beli, dan mengharamkan riba ” ( Qs Al Baqarah : 275 )
Menjual mushaf Al Qur’an termasuk dalam keumuman ayat di atas.
Mereka juga beralasan bahwa yang dijual dalam hal ini bukanlah ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi yang dijual adalah kertas, tinta, dan sampul yang ada dalam mushaf. ( )
Pelajaran Ke-tujuh :
ثَمَناً قَلِيلاً
“dengan harga yang sedikit “
maksudnya adalah dunia dengan seluruh kesenangannya. ( ) Kenikmatan dan kesenangan dunia ini menurut pandangan kebanyakan orang adalah kenikmatan yang sangat banyak, akan tetapi menurut pandangan Allah adalah sesuatu yang berharga rendah dan sedikit, karena sifatnya yang menipu dan tidak kekal. Sebagai contoh saja, kalau seseorang membeli makanan yang sangat mahal dan hanya ada di luar negri, maka ketika ia memakannya, nikmat yang ia rasakan hanya beberapa menit, tepatnya ketika makanan itu melewati tenggorakan, setelah itu sirna kembali. Bukanlah ini adalah nikmat yang sedikit dan menipu, dan begitu seterusnya.
Pelajaran Ke-delapan :
وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
” dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa ”
( 1 ) Taqwa menurut Talq bin Habib adalah beramal dengan mentaati Allah, mengharapkan rahmat Allah, dengan pijakan cahaya Allah, sambil meninggalkan maksiat kepada Allah, di atas pijakan cahaya Allah, serta takut dengan siksaan Allah.( )
( 2 ) Pada ayat sebelumnya Allah memerintahkan Bani Israel untuk takut hanya kepada Allah, sedang dalam ayat ini Allah memerintahkan bani Isarel untuk bertaqwa kepada Allah , apa rahasianya ? Paling tidak ada dua hal yang bisa dipetik darinya :
- Pertama : Sebuah ketaqwaan harus didahului dengan rasa takut kepada Allah, karena ketaqwaan itu sendiri merupakan hasil dari rasa takut kepada Allah swt. .( )
- Kedua : Karena ayat sebelumnya mengandung perintah untuk menepati janji,maka Allah mengancam kepada siapa saja yang menyelesihi janji tersebut, sehingga diakhiri dengan perintah untuk takut hanya kepada Allah saja. Sedang ayat ini mengandung perintah untuk beriman kepada Al Qur’an yang banyak didustakan oleh para pemimpin mereka, sehingga sangat tepat kalau Allah memerintahkan agar mereka bertaqwa kepada Allah saja. ()
( 3 ) Ayat ini juga merupakan ancaman kepada siapa saja yang menyembunyikan kebenaran padahal dia mengetahuinya .( )
Kairo, 2 Juli 2007 M
( ) Ibnu Asyur, Al Tahrir wa Al Tanwir, juz I , hlm : 259
( ) Ibid
( ) Al Biqa’I, Nudhumu al Durar fi Tanasub al Ayat wa al Suwar, juz I , hlm : 77
( ) Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Adhim, Juz I, hlm : 132
( ) Ibnu Asyur, Op.Cit,
( ) Ibnu Katsir, Op. Cit.
( )Tafsir Syekh Ibnu Utsaimin
( ) Al Qurtubi, Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an ,( Beirut : Dar Al Kutub Ilmiyah ) 1996, Cet, ke V, Juz I, hlm : 228-229
( ) Tafsir Syekh Ibnu Utsaimin
( ) Al Qurtubi, Op. Cit, hlm : 229
( ) Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Adhim, Juz I, hlm : 132
( ) Fatawa Kibar Ulama Al Ummah, ( Kairo : Al Maktabah Al Islamiyah ), 2002, Cet ke : II, hlm : 1013
( ) Syekh Adil Yusuf Al Azazy, Tamam Al Minnah fi Fiqh Al Kitab wa Shohih As Sunnah, Kitab Al Buyu’ ( Kairo : Muasyasyah Qurtubah ),2005, Cet. I, hlm : 78
( ) Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Adhim, Juz I, hlm : 133
( ) Ibid
( ) Al Biqa’i, Op. Cit .
( ) Ibnu Asyur, Op. Cit, , hlm : 267
( ) Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Adhim, Juz I, hlm : 133
IMAN MENURUT AHLUS SUNNAH
A. Iman adalah qaul (perkataan) dan ‘amal (perbuatan).
Iman dalam arti syar`i (iman syar`i) terdiri dari qaul (perkataan) dan ‘amal (perbuatan). Yang dimaksud dengan perkataan adalah perkataan hati dan perkataan lisan. Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan adalah perbuatan hati dan perbuatan anggota badan. Jadi iman itu mempunyai dua sisi yaitu sisi hati dan sisi anggota badan (termasuk lisan). Sisi hati ada dua bagian yaitu perkataan hati dan perbuatan hati. Demikian juga sisi anggota badan yaitu perkataan lisan dan perbuatan anggota badan. Semua empat bagian itu adalah iman. Ketika empat bagian itu didapati pada diri seseorang, maka setiap bagian juga dinamakan iman seperti keseluruhannya pun dinamakan iman. Seseorang tidak dinamakan mu`min (orang yang beriman) ketika salah satu dari empat bagian itu tidak ada (tidak ada sama sekali atau yang tidak ada adalah bagian tertentu yang ketidak-adaannya berarti kekufuran) kecuali kalau yang tidak ada adalah sisi anggota badan dikarenakan ketidak-sanggupan, seperti misalnya orang bisu, yang tidak mungkin sanggup bersyahadat. Yang dimaksud dengan perkataan hati adalah ilmu yang diketahui oleh hati dan dipercayai. Pada orang yang beriman perkataan hati ini akan melahirkan pekerjaan hati (perbuatan hati), yaitu ketundukan kepada Allah, takut dan cinta kepada-Nya, dan lain sebagainya yang termasuk pekerjaan-pekerjaan hati. Kalau perkataan hati itu tidak melahirkan pekerjaan-pekerjaan hati seperti tadi, maka iman itu pun tidak terwujud dan orang itu pun tidak dinamakan sebagai orang yang beriman. Kemudian, kalau pekerjaan hati terwujudkan maka tidak boleh tidak perkataan lisan dan perbuatan anggota badan pun akan terwujud. ini adalah suatu kepastian yang tidak diragukan lagi oleh setiap orang yang berakal. Ketika perkataan lisan dan perbuatan anggota badan tidak terwujudkan, maka dipastikan bahwa pekerjaan hati tidak terlahirkan. Dengan demikian perkataan hati yang ada tidak ada gunanya dan si empunya pun bukanlah orang yang beriman. Hal yang demikian ada pada iblis yang mengetahui dan mengakui keesaan dan uluhiyah Allah, tetapi tidak terlahirkan padanya perbuatan hati seperti tunduk kepada Allah dan lain-lainnya. Demikian pula dengan Fir`aun yang mengetahui kebenaran nabi Musa tetapi tidak terwujud padanya pekerjaan hati yang dituntut. Diriwayatkan oleh Imam Al-Lalika`i, bahwa Imam Al-Bukhari berkata: "telah kutemui lebih dari seribu ulama di banyak negeri, tidak satupun dari mereka yang berikhtilaf bahwasanya iman itu adalah qaul wa ‘amal (perkataan dan perbuatan), bisa bertambah dan bisa berkurang".
B. Iman dari segi hati.
Asal atau dasar iman ada di dalam hati. Kemudian akibat dari keberadaannya, maka lahirlah amal dan perkataan iman yang zhahir.
Ayat-ayat berikut akan menunjukkan bahwa dasar iman ada di dalam hati.
مَن كَفَرَ بِاللهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَ قَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِاْلإِيمَانِ وَ لَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللهِ وَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمُ
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar”. (QS. An-Nahl (16): 106)
لاَّ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ اْلأَخِرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ اللهَ وَ رَسُولَهُ وَ لَوْ كَانُوا ءَابَآءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلاَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ اْلإِيمَانَ وَ أَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ وَ يُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَ رَضُوا عَنْهُ أُوْلاَئِكَ حِزْبُ اللهِ أَلآَ إِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung”. (QS. Al-Mujaadilah (58): 22)
وَ اعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِّنَ اْلأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَ لَكِنَّ اللهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ اْلإِيمَانَ وَ زَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَ كَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَ الْفُسُوقَ وَ الْعِصْيَانَ أُوْلَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kalian ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kalian dalam beberapa urusan benar-benarlah kalian akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus”. (QS. Al-Hujuraat (49): 7)
قَالَتِ اْلأَعْرَابُ ءَامَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ اْلإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِن تُطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ لاَيَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: Kami telah beriman. Katakanlah (kepada mereka): Kalian belum beriman, tetapi katakanlah: Kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian, dan jika kalian ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalan kalian; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Hujuraat (49): 14)
Tanpa wujud iman di dalam hati tidak akan ada amal dan perkataan iman zhahir. Demikian juga sebaliknya tidak adanya amal dan perkataan iman yang zhahir adalah dalil akan tidak adanya iman di dalam hati.
Rasulullah bersabda :
اَلاَ إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ لَهَا سَائِرُ الْجَسَدِ وَ إِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ لَهَا سَائِرُ الْجَسَدِ أَلاَ وَ هِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika, dia baik maka baiklah seluruh jasadnya. Dan jika rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati”
Ibnu Taimiyyah dalam Al-Iman (hal. 177) berkata :
“Jika hati berisikan ilmu dan perbuatan hati yang shaleh (dari iman), maka pastilah badan dan perkataan (lisan) akan shaleh dengan iman”
Imam Al-Mirwazi (Abu Abdullah Muhammad bin Nashr bin Al-Hajjaj Al-Mirwazi, dilahirkan di Baghdad tahun 202 H dan wafat pada tahun 294 H, Seorang ulama besar dalam ilmu hadis) berkata :
“Dalil bahwasanya hanya sebatas ilmu dan kepercayaan saja tidak akan berguna bagi pelakunya adalah firman Allah I tentang perkataan iblis :
مَا مَنَعَكَ قَالَ أَلاَّ تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَ خَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
"Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu. Menjawab iblis: Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah" (QS. Al-A’raaf (7): 12)
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
"Iblis menjawab : Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS. Shaad (38): 82)
Dalam ayat tersebut Allah mengkhabarkan bahwa iblis sudah tahu bahwasanya Allahlah yang menciptakannya. Tetapi dia menolak tunduk kepada perintah Allah untuk sujud kepada Adam, maka kepercayaan dan ilmunya tidak berguna untuknya ketika ketundukan tidak ada. Dalil lainnya adalah:
وَ لَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابُ مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُصَدِّقُ ُلِّمَا مَعَهُمْ وَ كَانُوا مِن قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَآءَهُم مَّا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemena-ngan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, lalu mereka ingkar kepadanya. Maka la'nat Allahlah atas orang-orang yang ingkar itu". (QS. Al-Baqarah (2): 89)
الَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمْ وَ إِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَ هُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyem-bunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui". ( QS. Al-Baqarah (2): 146)
Di sini dijelaskan oleh Allah bahwa sebagian orang-orang Yahudi telah mengetahui kebenaran kenabian Rasulullah, tetapi hal ini tidak menjadikan mereka dari orang-orang yang beriman, karena pengetahuan mereka tidak direalisasikan dengan ketundukan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
C. IMAN DARI SEGI ZHAHIR.
1. Perkataan lisan bagian dari iman.
Perkataan lisan seperti syahadah laa ilaha illallah-Muhammad Rasulullah, dzikir, amar ma`ruf nahi munkar dan lain-lainnya adalah bagian dari iman. Di antara kata-kata lisan ada yang sifatnya syarat dari iman, ada yang wajib dan ada pula yang mustahab. Dua kalimat syahadah adalah syarat dari wujud-nya iman, di mana seseorang tidak dinamakan orang yang beriman tanpa mengucapkan dua syahadat tersebut (kecuali bagi orang yang tidak sanggup).
Dalil-dalil dari Al-Qur`an dan Hadis yang menunjukkan bahwa kata-kata lisan adalah bagian dari iman banyak sekali tetapi yang tertegas di antaranya adalah hadis shahih muttafaq di antara ahlus sunnah :
اَلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَ سَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَ سِتُّوْنَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ وَ الْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيْمَانِ
“Iman itu 70 lebih atau 60 lebih cabang. Iman yang paling utama adalah ucapan Laa Ilaaha Illallaah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan halangan dari jalan. Sedangkan malu bagian dari iman”.(Muttafaq `Alaih)
Sedangkan dalil bahwa dua syahadah adalah syarat dari terwujudnya iman adalah sabda Rasulullah SAW:
أُمِرْتُ أَنْ أُقُاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ فَإِذَا قَالُوْهَا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَ أَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا
“Aku diperintahkan memerangi manusia, hingga mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Jika, mereka mengucapkannya, terpeliharalah dariku darah-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali dengan haknya”. (Muttafaq `Alaih)
Di kitab Al-Iman hal. 287, Ibnu Taimiyah berkata :
“Telah sepakat kaum muslimin bahwa barangsiapa yang tidak mengucapkan dua syahadah, maka orang itu adalah orang kafir”.
Al-Imam Ibnu Rajab dalam kitab beliau Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam (hal. 23) berkata :
“Barang siapa meninggalkan dua syahadah maka dia sudah keluar dari Islam”.
Sudah barang tentu dua syahadah yang diterima Allah adalah yang keluar dari iman yang ada di hati seseorang. Sedangkan ucapan dua syahadah hanya dari mulut saja, tidak ada artinya di sisi Allah, walau di sisi manusia pengucapnya dianggap muslim. Dengan demikian seseorang harus benar-benar mengerti arti dari dua syahadat ini dan menerima semua konsekuensi dari kandungan keduanya.
2. Pekerjaan (amal) anggota badan bagian dari iman.
Salafush shaleh ketika menetapkan bahwa pekerjaan anggota badan adalah bagian dari iman, telah mendasarkan ketetapan ini atas banyak dalil di antaranya :
وَ كَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَ يَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَ مَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَ إِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَي اللهُ وَ مَا كَانَ اللهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفُ رَّحِيمُ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi beberapa orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia” (QS. Al-Baqarah (2): 143)
Al Hulaimi (Abu Abdullah Al-Husain bin Al-Hasan bin Muhammad bin Hulaimi Al-Bukhari Asy-Syafi’i, dilahirkan di Jarjan tahun 383 H dan wafat tahun 403 H, seorang pemimpin ahlu hadis) berkata :
“Telah berijma` ahlu tafsir bahwa yang dimaksud dengan imanukum di sini adalah shalat dengan berkiblat ke Baitul Maqdis. Maka terbukti bahwa sholat adalah iman, dengan demikian semua amal shaleh adalah iman. Karena tidak ada bedanya antara sholat dengan amal-amal lain dalam penamaan ini”.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَ إِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَ عَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَ مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnyalah mereka bertawakkal (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka". (QS. Al-Anfaal (8): 2-3)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللهِ وَ رَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَ أَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ أُوْلاَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar". (QS. Al-Hujuraat (49): 15)
Maka kata-kata إ نما ) ) di sini menunjukkan bahwa amal-amal yang disebutkan di ayat tersebut adalah amal-amal imaniyyah yang ada pada seorang yang beriman. Demikian juga sabda Rasulullah kepada para utusan qabilah Abd Al-Qais :
أمُرُكُمْ بِالإِيْمَانِ بِاللهِ وَحْدَهُ
“Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah Yang MahEsa”.
Beliau melanjutkan :
هَلْ تَدْرُوْنَ مَا الإِيْمَانُ بِاللهِ وَحْدَهُ ؟
“Apakah kalian mengetahui apakah iman kepada Allah Yang Maha Esa ?” Mereka menjawab : “Allah dan RasulNya Lebih mengetahui”. Lalu beliau bersabda :
شَهَادَةُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ إِقَامُ الصَّلاَةِ وَ إِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَ أَنْ تُعْطُوا مِنِ الْغَنَائِمِ الْخُمُسَ
“Bersyahadah bahwa tidak ada Ilaah Yang haq kecuali Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, memberikan 1\5 harta rampasan perang…” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan dengan tegas bahwa perkataan dan pekerjaan badan adalah iman atau bagian dari iman. Sudah barang tentu pula perkataan dan pekerjaan badan ini harus disertai iman yang berada di dalam hati, kalau tidak maka yang demikian tidak menjadi iman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar